Tuesday, February 25, 2025

Cahaya di Balik Kelamnya Masa Lalu

Konten [Tampil]

Ilustrasi sosok Rania sedang duduk di depan meja rias.

Rania duduk di depan meja rias, menatap bayangan dirinya di cermin. Sudah berbulan-bulan ia mencoba berubah, meninggalkan kebiasaan lama yang buruk dan memperbaiki dirinya. Ia lebih banyak beribadah mendekat diri kepada Allah, belajar bersikap lebih sabar, dan selalu berusaha membantu orang lain yang sedang mengalami kesusahan. Namun, tetap saja selalu ada bisikan-bisikan sumbang di sekitarnya. 

"Percuma, dia cuma pura-pura baik." 
"Ah, dulu kan dia sering buat masalah. Nggak mungkin berubah." 
"Orang seperti dia? Hanya pencitraan!" 

Tak hanya hinaan dan cacian yang ia terima, bahkan orang-orang mulai menjauhinya. Tidak ada yang mau berbicara dengannya, tidak ada yang menyapanya lebih dulu. Jika ia mencoba mendekat, mereka berbisik dan berpaling seolah kehadirannya adalah aib. 

Hatinya Rania pun terluka terasa perih tersayat sembilu. Dulu ia memang pernah berbuat salah, tapi apakah tidak ada kesempatan kedua? Apakah ia harus selamanya terperangkap dalam bayang-bayang kelam masa lalunya? 

Malam itu, di tengah sujudnya, Rania menangis.  

"Ya Allah, hanya Engkau yang benar-benar memahami apa yang ada di dalam hatiku. Aku tak butuh pengakuan manusia, tetapi aku hanya ingin menjadi lebih baik di hadapan-Mu." 

Namun, Rania pun menyadari, membuktikan penyesalan dan perubahan dirinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ibarat kata pepatah, nila setitik rusak susu sebelangasatu kesalahan di masa lalu sering kali menutupi seribu kebaikan yang telah dilakukannya. 

Tak peduli seberapa keras ia berusaha memperbaiki diri, masih saja ada orang yang hanya mengingat keburukannya. Tatapan sinis, bisikan di belakangnya, dan keraguan terus menghantuinya. Namun, Rania memilih untuk tetap melangkah. Ia tidak ingin hidup dalam bayang-bayang penilaian manusia yang selalu berubah. 

Bangkit dari Penghakiman 

Rania memutuskan untuk berhenti berharap diterima oleh semua orang. Ia mulai sibuk dengan dunianya sendiri, mulai dari belajar lebih banyak, memperdalam ilmu agama, hingga mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. 

Daripada memikirkan omongan orang, Rania memilih membantu anak-anak di panti asuhan, mengajarkan mereka membaca dan menulis. Ia juga mulai aktif dalam kegiatan sosial, membagikan makanan kepada kaum dhuafa, serta membantu tetangga yang membutuhkan. 

Awalnya, orang-orang masih meragukan sikapnya. Namun, perlahan-lahan akhirnya mereka mulai melihat ketulusan Rania. Seorang ibu yang dulu selalu menghindarinya kini tersenyum manis saat bertemu dengannya. Anak-anak kecil yang dulu takut mendekat, kini mereka berlari menghampirinya dengan riang. 

Rania sadar, perubahan sejati bukan tentang membuat semua orang percaya, tetapi tentang tetap melakukan kebaikan meskipun tidak dihargai. 

"Aku tak perlu membuktikan apa pun kepada mereka," gumamnya dalam hati.

"Cukup Allah saja yang mengetahui perjuanganku." 

Dan pada akhirnya, bukan penghakiman manusia yang menentukan, melainkan penilaian Allah yang Maha Mengetahui isi hati. 

Rania tidak lagi peduli dengan masa lalu yang terus menghantuinya. Ia memilih berjalan menuju cahaya, meninggalkan bayang-bayang kelam yang dulu mengurungnya. 

Karena ia tahu, seburuk apa pun masa lalu seseorang, selalu ada jalan untuk menjadikan lebih baik.