Showing posts with label story. Show all posts
Showing posts with label story. Show all posts

Tuesday, June 3, 2025

Jejak Kata Ibu Rumah Tangga, Istri, dan Penyintas

Konten [Tampil]


Tulisan ini lahir bukan dari hidup yang sempurna, melainkan dari serpihan kisah yang mengajarkanku arti sebuah perjuangan. Kutuliskan dalam setiap jejaknya dengan hati, air mata dan iman.

Adakala sebagai ibu rumah tangga, aku merasa tidak berharga. Hari-hariku dilalui terasa monoton, tenggelam dalam rutinitas tanpa jeda. Namun, dari sanalah aku belajar tentang cinta tak bersyarat, bahwa mencintai tak selalu butuh ucapan, tetapi hadir dalam diam, kesabaran dan Ikhlas yang tak terlihat.

Sebagai istri, pastinya aku pernah menghadapi badai rumah tangga. Ada luka yang kupendam, lelah yang tak sempat kuceritakan. Rumah tangga bukan tentang siapa yang paling benar, melainkan siapa yang ingin memperbaiki diri demi kebaikan bersama.

Aku sebagai seorang penyintas tumor otak, yang telah melalui perjalanan panjang untuk kesembuhan. Hari demi hari selalu diselimuti rasa takut dan cemas. Dari sana, aku belajar bahwa menuliskan kisah bisa menjadi doa panjang dan pelipur luka, bagi diri sendiri maupun orang lain.

Lewat platform KBM, kutuliskan semuanya. Kisah-kisah itu kini, kubagikan dalam tulisan yang bisa dibaca melalui platform KBM App. Tiga karyaku di sana bukan hanya catatan harian, melainkan cerminan dari perjalanan seorang perempuan yang ingin menyembuhkan dirinya sambil menguatkan orang lain:


🔹 Pernak-pernik Kehidupan Ibu Rumah Tangga

🔹 Untukmu, Lelaki yang Kupilih untuk Menggapai Surga-Nya

🔹 Secercah Mentari Bagi Penyintas Tumor Otak

 

"Semoga jejak kata ini menjadi cahaya kecil untukmu yang sedang berjuang. Aku percaya, setiap perempuan memiliki kisah yang layak ditulis, dan setiap luka bisa disembuhkan lewat kejujuran yang ditulis dengan cinta."


Temukan tulisan-tulisanku melalui link di bawah ini:

https://read.kbm.id/profile/penulis/a0298c80-1d43-7448-ab93-ceb3469f7ebc

 

Tuesday, May 6, 2025

Pesan Cinta di Ujung Ramadan

Konten [Tampil]
Ilustrasi sebuah pesan, (Canva.com/cindianafamelia06)

Lebaran tahun ini membawa kejutan yang tak terduga. Awalnya, aku dan suami tidak memiliki rencana untuk mudik ke kampung halaman di Curup, Bengkulu. Namun, Allah berkehendak lain. Tanpa diduga, kami akhirnya bisa kembali ke tanah kelahiran untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga besar.

Malam pertama Lebaran, suasana rumah orang tuaku terasa hangat. Setelah seharian bersilaturahmi, Ibu dan Apak mengumpulkan semua anak dan menantu. Aku tidak tahu apa yang akan mereka sampaikan, tetapi firasatku mengatakan bahwa ini bukan sekadar obrolan biasa.

Ketika mereka mulai berbicara, hatiku bergetar. "Kami sudah tua," ujar Apak, suaranya berat namun penuh ketegasan. "Kami tidak tahu kapan Allah akan memanggil kami."

Aku membeku. Kata-kata itu menyentakku seperti angin dingin yang menusuk. Tiba-tiba, ruangan terasa begitu hening. Apak dan Ibu melanjutkan pembicaraan tentang warisan yang mereka tinggalkan diatur sesuai syariah Islam. Hatiku semakin sesak ketika Ibu mengeluarkan perhiasan emas yang selama ini disimpannya dengan penuh kasih sayang. Satu per satu, perhiasan itu diberikan kepada anak perempuan dan menantu perempuan.

Tanganku gemetar saat menerimanya. Ada kehangatan di sana, tapi juga rasa sakit yang sulit dijelaskan. Aku masih memiliki luka yang belum sembuh tentang kehilangan orang tercinta. Mendengar orang tuaku berbicara tentang kepergian mereka membuatku merasa seolah-olah duniaku runtuh seketika.

Beberapa hari setelahnya, aku masih terguncang. Setiap kali melihat perhiasan itu, hatiku kembali perih. Aku bertanya dalam doa, "Ya Allah, apa yang harus aku lakukan dengan ini?"

Dalam keheningan malam, aku merenung. Mungkin ini bukan sekadar pemberian materi. Ini adalah simbol kasih sayang, amanah, dan doa dari seorang ibu kepada anak-anaknya. Aku sadar, perhiasan ini bukan hanya tentang emas, tetapi tentang warisan nilai-nilai, cinta, dan harapan.

Dengan hati yang mulai lapang, aku memutuskan untuk memanfaatkannya dengan bijak. Mungkin sebagian bisa menjadi tabungan masa depan, mungkin juga bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi keluarga dan sesama. Yang pasti, aku ingin menjadikannya sesuatu yang bernilai bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Bisa menjadi amal jariyah yang tak akan putus bagi kedua orangtuaku.

Aku belajar bahwa setiap pemberian, sekecil apa pun, memiliki makna lebih dalam jika kita melihatnya dengan hati yang terbuka. Dan mungkin, inilah cara Allah mengajarkan aku tentang arti kehilangan, penerimaan, dan keberkahan di balik setiap takdir-Nya.

Tuesday, April 8, 2025

Dear Allah

Konten [Tampil]


Dear Allah, 

Sampaikan do'a panjangku ini kepada suamiku

Aku memang belum bisa menjadi istri yang sholihah baginya. 

Aku memang belum menjadi istri yang terbaik baginya.

Sampai detik ini, aku terus berusaha untuk memperbaiki diri ini 


Ya Allah, Yang Maha Membolak-balikkan hati,

Engkau yang telah menakdirkan kami bersatu dalam pernikahan ini.
Aku yakin, bukan tanpa maksud Engkau mempertemukan kami—dua hati, dua masa lalu, dua cara mencintai yang berbeda.
Ya Allah, aku bersyukur atas suamiku, atas kehadirannya yang Engkau utus dalam hidupku.
Meski jalan kami tidak selalu mudah, aku yakin Engkau tidak pernah salah memberi takdir.

Ya Allah, lembutkan hati suamiku,
Lunakkanlah segala beban yang mungkin tersembunyi dalam diamnya,
Jernihkanlah pikirannya saat marah,
Berikan padanya rasa tenang dan kasih sayang yang lapang terhadap istrinya.
Ajarkan ia untuk memaafkan, seperti Engkau selalu memaafkan hamba-hamba-Mu yang berdosa.

Ya Allah, kuatkan hatiku sebagai istri,
Berikan aku kesabaran dalam menghadapi luka yang tak terlihat,
Berikan aku kekuatan untuk tidak membalas dingin dengan dingin,
Tapi untuk terus menjadi pelita, meski kadang rasanya cahaya ini hampir padam.

Ya Allah, perbaiki kami, bimbing kami,
Satukan hati kami dalam cinta yang Kau ridhoi,
Jadikan rumah tangga ini jalan ibadah menuju surga-Mu,
Bukan hanya dalam bahagia, tapi juga dalam sabar dan perjuangan.

Ya Allah, jangan biarkan kami saling menjauh karena luka dan diam.
Jika ada keras dalam dirinya, ajarkan aku cara melembutkannya.
Jika ada keras dalam diriku, ajarkan aku cara meredakannya.
Karena aku ingin mencintainya bukan hanya di dunia, tapi juga sampai jannah-Mu.

Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.


Bogor, 08 April 2025

Tuesday, February 25, 2025

Cahaya di Balik Kelamnya Masa Lalu

Konten [Tampil]

Ilustrasi sosok Rania sedang duduk di depan meja rias.

Rania duduk di depan meja rias, menatap bayangan dirinya di cermin. Sudah berbulan-bulan ia mencoba berubah, meninggalkan kebiasaan lama yang buruk dan memperbaiki dirinya. Ia lebih banyak beribadah mendekat diri kepada Allah, belajar bersikap lebih sabar, dan selalu berusaha membantu orang lain yang sedang mengalami kesusahan. Namun, tetap saja selalu ada bisikan-bisikan sumbang di sekitarnya. 

"Percuma, dia cuma pura-pura baik." 
"Ah, dulu kan dia sering buat masalah. Nggak mungkin berubah." 
"Orang seperti dia? Hanya pencitraan!" 

Tak hanya hinaan dan cacian yang ia terima, bahkan orang-orang mulai menjauhinya. Tidak ada yang mau berbicara dengannya, tidak ada yang menyapanya lebih dulu. Jika ia mencoba mendekat, mereka berbisik dan berpaling seolah kehadirannya adalah aib. 

Hatinya Rania pun terluka terasa perih tersayat sembilu. Dulu ia memang pernah berbuat salah, tapi apakah tidak ada kesempatan kedua? Apakah ia harus selamanya terperangkap dalam bayang-bayang kelam masa lalunya? 

Malam itu, di tengah sujudnya, Rania menangis.  

"Ya Allah, hanya Engkau yang benar-benar memahami apa yang ada di dalam hatiku. Aku tak butuh pengakuan manusia, tetapi aku hanya ingin menjadi lebih baik di hadapan-Mu." 

Namun, Rania pun menyadari, membuktikan penyesalan dan perubahan dirinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ibarat kata pepatah, nila setitik rusak susu sebelangasatu kesalahan di masa lalu sering kali menutupi seribu kebaikan yang telah dilakukannya. 

Tak peduli seberapa keras ia berusaha memperbaiki diri, masih saja ada orang yang hanya mengingat keburukannya. Tatapan sinis, bisikan di belakangnya, dan keraguan terus menghantuinya. Namun, Rania memilih untuk tetap melangkah. Ia tidak ingin hidup dalam bayang-bayang penilaian manusia yang selalu berubah. 

Bangkit dari Penghakiman 

Rania memutuskan untuk berhenti berharap diterima oleh semua orang. Ia mulai sibuk dengan dunianya sendiri, mulai dari belajar lebih banyak, memperdalam ilmu agama, hingga mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. 

Daripada memikirkan omongan orang, Rania memilih membantu anak-anak di panti asuhan, mengajarkan mereka membaca dan menulis. Ia juga mulai aktif dalam kegiatan sosial, membagikan makanan kepada kaum dhuafa, serta membantu tetangga yang membutuhkan. 

Awalnya, orang-orang masih meragukan sikapnya. Namun, perlahan-lahan akhirnya mereka mulai melihat ketulusan Rania. Seorang ibu yang dulu selalu menghindarinya kini tersenyum manis saat bertemu dengannya. Anak-anak kecil yang dulu takut mendekat, kini mereka berlari menghampirinya dengan riang. 

Rania sadar, perubahan sejati bukan tentang membuat semua orang percaya, tetapi tentang tetap melakukan kebaikan meskipun tidak dihargai. 

"Aku tak perlu membuktikan apa pun kepada mereka," gumamnya dalam hati.

"Cukup Allah saja yang mengetahui perjuanganku." 

Dan pada akhirnya, bukan penghakiman manusia yang menentukan, melainkan penilaian Allah yang Maha Mengetahui isi hati. 

Rania tidak lagi peduli dengan masa lalu yang terus menghantuinya. Ia memilih berjalan menuju cahaya, meninggalkan bayang-bayang kelam yang dulu mengurungnya. 

Karena ia tahu, seburuk apa pun masa lalu seseorang, selalu ada jalan untuk menjadikan lebih baik.