Showing posts with label literasi. Show all posts
Showing posts with label literasi. Show all posts

Wednesday, October 15, 2025

Menuju 2030: Penulis Serba Bisa di Era Digital Modern

Konten [Tampil]

Ilustrasi penulis di era digital modern. (Di buat: leonardo.ai)

Memasuki era digital, dunia kepenulisan mengalami perubahan besar. Kini, menjadi penulis tak hanya soal kemampuan merangkai kata, tapi juga tentang menjadi penulis serba bisa di era digital. Artinya, penulis dituntut untuk menguasai banyak keterampilan: menulis, berbicara, berjejaring, hingga memahami strategi pemasaran digital agar karya tak berhenti di tumpukan naskah.

Di tahun-tahun menjelang 2030, teknologi berkembang pesat, platform digital semakin beragam, dan pembaca semakin kritis. Penulis yang ingin terus relevan perlu beradaptasi. Tak cukup hanya menulis bagus, tapi juga harus mampu menyebarkan makna dengan cara yang kreatif, menarik, dan menjangkau pembaca luas melalui berbagai media.

Tantangan Menjadi Penulis Serba Bisa di Era Digital

Menjadi penulis serba bisa di era digital berarti siap keluar dari zona nyaman. Penulis bukan lagi sosok yang hanya bersembunyi di balik layar, tetapi juga menjadi komunikator, kreator, bahkan pebisnis.

Perubahan ini bisa terasa menakutkan, namun juga membuka banyak peluang. Kini, penulis dapat menerbitkan buku secara indie, memasarkan karya lewat media sosial, membangun komunitas pembaca, hingga menghasilkan pendapatan dari konten digital.

Namun, untuk mampu melakukan itu semua, penulis harus terus belajar. Belajar storytelling, branding diri, public speaking, copywriting, dan digital marketing. Semua keterampilan ini saling melengkapi agar pesan dalam tulisan bisa sampai dan berdampak.

Keterampilan Baru untuk Penulis Masa Depan

Untuk menjadi penulis serba bisa di era digital, ada beberapa kemampuan penting yang perlu diasah:

1. Menulis dengan makna dan arah.

Tulisan bukan sekadar kata, tapi sarana menyampaikan pesan dan nilai. Penulis yang tahu arah pesannya akan lebih mudah membangun pembaca setia.

2. Beradaptasi dengan teknologi.

Menguasai platform seperti blog, YouTube, Medium, atau podcast akan membantu memperluas jangkauan karya.

3. Membangun personal branding.

Di dunia digital, nama penulis adalah “merek”. Konsistensi gaya tulisan dan nilai yang dibawa akan membuat pembaca percaya dan mengenali karakter karya kita.

4. Kemampuan negosiasi dan kolaborasi.

Dunia literasi kini erat dengan dunia bisnis dan komunitas. Penulis perlu tahu cara bernegosiasi dengan penerbit, sponsor, hingga rekan kolaborasi agar karyanya terus tumbuh.

5. Mempunyai visi literasi.

Karya yang bertahan lama adalah karya yang memberi dampak. Visi literasi akan menjadi kompas agar penulis tidak hanya menulis untuk popularitas, tetapi untuk kebermanfaatan.

Dari Penulis Biasa ke Penulis Berdampak

Era digital membuka jalan bagi siapa saja untuk menjadi penulis. Namun, tidak semua penulis bisa menjadi penulis berdampak tanpa arah dan strategi. Di sinilah pentingnya berpikir jangka panjang.

Seorang penulis serba bisa bukan hanya produktif dalam menulis, tapi juga mampu menyampaikan nilai hidup, menggerakkan perubahan, dan menginspirasi banyak orang. Dengan menguasai berbagai skill tambahan, penulis akan lebih siap menghadapi kompetisi dan perkembangan dunia digital menjelang 2030.

Misalnya, penulis yang memahami digital marketing bisa menjual bukunya secara mandiri. Penulis yang mahir berbicara bisa menjadi narasumber atau mentor literasi. Dan penulis yang kreatif bisa mengekspresikan ide melalui berbagai format—esai, video, atau konten interaktif di media sosial.

Menuju 2030: Saatnya Penulis Naik Kelas

Menjelang 2030, dunia menulis tidak akan sama lagi. Teknologi kecerdasan buatan, platform self-publishing, dan pembaca digital akan terus berkembang. Maka, penting bagi kita untuk menyiapkan diri menjadi penulis serba bisa di era digital—penulis yang tidak hanya berkarya, tapi juga berdaya.

Penulis yang mampu beradaptasi dengan perubahan, berani berinovasi, dan konsisten dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan akan menjadi bagian dari generasi literasi masa depan.

Karena sejatinya, menulis bukan hanya tentang kata, tapi tentang makna. Dan makna itu akan hidup selamanya ketika penulis terus belajar, beradaptasi, dan berdampak.

Penutup

Penulis dituntut bukan hanya untuk menulis lebih banyak, tetapi menulis dengan kesadaran, strategi, dan keberanian menghadapi perubahan. Dunia literasi kini menjadi ruang luas bagi mereka yang mau terus belajar dan berkembang. Maka, jadilah penulis yang tidak hanya menorehkan kata, tetapi juga membangun jembatan makna di tengah derasnya arus digital. Sebab, masa depan literasi ada di tangan mereka yang menulis dengan visi, beradaptasi dengan zaman, dan menebar manfaat tanpa henti.


Saturday, October 11, 2025

Gerakan Literasi Islami: Dakwah Lewat Tulisan Penuh Pahala

Konten [Tampil]

Dok: Indscript Creative

Di tengah derasnya arus informasi dan hiburan digital, kebutuhan akan bacaan bermakna semakin mendesak. Oleh karena itu, Gerakan Literasi Islami hadir sebagai upaya nyata untuk menyalakan kembali semangat membaca, menulis, dan berdakwah di kalangan generasi muda Muslim Indonesia. Melalui gerakan ini, setiap huruf yang dibaca dan ditulis tak sekadar menjadi pengetahuan, tapi juga bisa menjadi pahala yang mengalir tanpa henti.

Apa Itu Gerakan Literasi Islami?

Gerakan Literasi Islami merupakan inisiatif yang digagas oleh Teh Indari Mastuti bersama  Joeragan Artike. Gerakan ini berfokus pada penyebaran literasi bernuansa Islami di sekolah-sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Tujuannya sederhana namun bermakna besar—membangun karakter generasi penerus melalui kekuatan ilmu dan nilai-nilai Islam.

Dok: Indscript Creative

Melalui donasi 1000 rupiah per buku dan kolaborasi berbagai pihak, gerakan ini akan menyalurkan buku-buku Islami ke sekolah dan pesantren, menyelenggarakan workshop literasi Islami bagi siswa dan guru, serta membantu mereka membukukan karya terbaiknya. Tidak hanya itu, setiap donatur juga mendapat apresiasi dalam bentuk penyebutan nama di video kegiatan, logo perusahaan di buku, hingga tercantum di backdrop dan flyer acara.

Dakwah Lewat Tulisan: Amal Jariyah yang Tak Pernah Putus

Menulis adalah salah satu bentuk dakwah yang memiliki kekuatan besar. Sebuah tulisan yang baik dapat menginspirasi pembacanya untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik, mendekatkan diri kepada Allah, dan menebar kebaikan di sekitarnya.

Inilah semangat utama dari misi literasi Islami: menjadikan literasi sebagai jalan dakwah. Ketika seorang siswa membaca buku Islami yang disumbangkan, atau guru menulis cerita inspiratif tentang keimanan, maka pahala juga mengalir kepada setiap pihak yang berkontribusi di dalamnya.

Seperti sabda Rasulullah SAW:

“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)

Setiap buku yang dibaca, setiap ilmu yang dibagikan, dan setiap ide yang ditulis akan menjadi amal jariyah yang terus hidup meski penulisnya telah tiada.

Peran Indscript dalam Menggerakkan Literasi Islami

Sebagai wadah perempuan penulis, Indscript terus berkomitmen menjadi bagian dari gerakan yang membawa manfaat bagi umat. Melalui inisiatif literasi bernuansa Islami, Indscript tidak hanya mendorong para penulis untuk produktif menulis, tetapi juga menanamkan nilai bahwa tulisan bisa menjadi ladang pahala.

Para penulis yang tergabung di Indscript diajak untuk ikut menyumbangkan karya terbaiknya—baik dalam bentuk artikel, buku, maupun konten dakwah yang menginspirasi. Dengan cara ini, penulis tidak sekadar berkarya untuk dikenal, tetapi juga untuk memberi nilai bagi kehidupan dan akhirat.

Mari Jadi Bagian dari Perubahan

Dok: Indscript Creative

Gerakan Literasi Islami mengundang siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap masa depan generasi Muslim untuk ikut terlibat. Setiap donasi yang diberikan akan membantu membuka akses ilmu, menghidupkan semangat menulis, dan menyalakan cahaya dakwah di sekolah-sekolah Indonesia.

Dengan bergabung, Anda tidak hanya menyumbang buku atau dana—Anda sedang menanam kebaikan yang akan terus tumbuh. Karena dalam setiap huruf yang dibaca, tersimpan pahala yang tak akan pernah putus.

📩 Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Ibu Atie di +62 878-2466-5032 atau kunjungi akun resmi @jasanulisbuku di Instagram.
Mari bersama menjadikan literasi sebagai jalan dakwah, dan tulisan sebagai warisan kebaikan bagi generasi penerus.

 

Wednesday, October 8, 2025

Jejak Buku di Jalanan Bayan: Kisah Perpustakaan Keliling Lombok

Konten [Tampil]



Beberapa waktu lalu, saat membuka Instagram, saya menemukan sebuah video wawancara sederhana. Sosok dalam video itu bukan pejabat, bukan pula selebritas, melainkan seorang lelaki bersahaja dari Lombok Utara. Namanya Asuddin Ihsan Danisa. Dari perbincangan singkat itu, saya menemukan kisah yang membuat hati bergetar: cerita tentang perpustakaan keliling di jalanan Bayan.


Tangkapan layar dari akun Instagram assudindanisa

Sebuah Perjalanan Membawa Buku

Bayangkan jalan desa di Bayan: berkelok, dikelilingi sawah, dengan udara pegunungan yang khas. Di tengah kesederhanaan itu, ada anak-anak yang menunggu dengan mata berbinar. Mereka menanti bukan mainan mahal atau gawai terbaru, melainkan buku-buku yang datang bersama motor sederhana milik Pak Asuddin.

Berbekal sekitar 120 koleksi bacaan, ia menempuh perjalanan ±13 km setiap pekan. Buku-buku itu dipinjamkan tanpa batas waktu, tanpa biaya, tanpa syarat rumit. Bagi beliau, yang penting anak-anak membaca, mengenal dunia yang lebih luas dari lembaran kertas.

Tantangan yang Mengiringi

Tentu, perjalanan ini tidak mudah. Bahan bakar motor, perawatan buku, hingga tenaga untuk bolak-balik desa semua ditanggung sendiri. Tidak ada sponsor besar, tidak ada dukungan institusi megah. Hanya semangat literasi yang menjaga langkahnya tetap kokoh.

Namun di balik semua keterbatasan itu, ada hasil yang nyata. Setiap kali ia datang, anak-anak bisa melahap dua hingga tiga buku. Antusiasme mereka adalah bukti bahwa membaca bukanlah kebiasaan yang hanya milik kota besar.

Tangkapan layar dari akun Instagram assudindanisa

Senyum Anak-anak, Cahaya Harapan

Senyum yang lahir setelah satu-dua buku selesai dibaca adalah hadiah terindah. Buku-buku yang ia bawa menjadi jendela baru, membuka cakrawala pengetahuan. Di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, literasi tumbuh pelan-pelan, namun dengan akar yang kuat.

Kisah ini mengingatkan saya bahwa literasi bukan semata soal gedung perpustakaan megah atau akses internet cepat. Literasi adalah keberanian untuk mengayuh asa, menebar ilmu, meski dengan langkah kecil.

Refleksi untuk Kita

Seringkali kita menganggap membaca adalah hal biasa, bahkan membosankan. Padahal di banyak pelosok, satu buku saja bisa berarti harapan baru. Dari Bayan, kita belajar bahwa perubahan bisa dimulai dari gerakan kecil, dari seorang manusia yang percaya bahwa ilmu layak diperjuangkan.

Pak Asuddin adalah contoh nyata pahlawan literasi—pahlawan yang tidak menunggu gelar, tetapi bekerja dalam senyap.

Penutup

Jejak buku di jalanan Bayan bukan sekadar cerita tentang sebuah motor dan tumpukan buku. Ia adalah kisah tentang harapan, perjuangan, dan keyakinan bahwa ilmu bisa menjangkau siapa saja. Semoga langkah Pak Asuddin menjadi amal jariyah, dan semoga kisahnya menginspirasi kita untuk ikut menyalakan api literasi, sekecil apa pun caranya.