Konten [Tampil]
![]() |
| Aku bersama Teh Indari Mastuti. (Dokumen Pribadi) |
Jujur, aku tidak pernah menduga bahwa malam itu menjadi salah satu momen yang akan membekas dalam hatiku. Hari-hariku sebelumnya cukup melelahkan. HP-ku baru saja selesai diservice setelah terkena virus—gara-gara banyak game yang diunduh cucuku, Arumi. Padahal, aku sedang dikejar deadline editing video. Biasanya aku jarang membuka pesan masuk, apalagi saat sedang fokus.
Tapi Qodarullah… malam itu berbeda. Ada sesuatu yang membuatku membuka notifikasi. Dan di sanalah aku membaca kabar bahwa Teh Indari Mastuti sedang berada di Bogor.
Seakan semuanya sudah diatur oleh Allah.
Allah menggerakkan hatiku untuk membuka pesan itu.
Allah pula yang menggerakkan hati suamiku untuk mengizinkan aku pergi.
Tidak ada satu pun yang terasa kebetulan.
Aku sempat mengira jarak ke tempat beliau hanya sekitar 10–15 menit. Ternyata 20 menit juga perjalanan menuju Kinara Cozy Kost—sebuah kost-an yang menurutku sangat mewah. Sebagai alumni IPB, aku tahu betul bagaimana Dramaga dulu. Kini daerah itu berubah pesat, begitu hidup, begitu maju.
Sepanjang perjalanan aku hanya bertanya dalam hati:
Apa rencana Allah di balik undangan pertemuan mendadak ini?
Wallahu’alam. Tapi aku percaya, selalu ada pesan di balik setiap pergerakan hati.
Sebenarnya aku sudah dua kali melewatkan momen bertemu Teh Indari—saat kopdar Bogor aku sakit, dan saat ulang tahun Indscript kondisiku tidak memungkinkan. Maka ketika mendengar beliau berada di Bogor, aku hanya ingin hadir. Tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Tidak ingin menyesal untuk ketiga kalinya.
Saat pintu kamar dibuka dan Teh Indari langsung memelukku erat, rasanya seperti bertemu sahabat lama yang sudah lama tak bersua. Hangat. Haru. Ada getaran syukur yang sulit kuceritakan dengan kata-kata.
Beliau begitu hangat, begitu manusiawi. Sambil berbincang dengan kami, beliau tetap melayani suaminya dan menata makanan yang baru datang. Sederhana, tetapi bagi seorang murid sepertiku—itu adalah teladan nyata tentang penghormatan, keseimbangan, dan dedikasi.
Obrolan kami mengalir tentang banyak hal—hidup, proses, perjalanan bisnis, hingga keputusan-keputusan besar yang tidak semua orang tahu. Dan aku belajar satu hal penting malam itu:
bahwa setiap orang punya perjuangan yang tidak terlihat, dan bahwa langkah teguh selalu lahir dari hati yang ditopang Allah.
Aku pulang dengan hati yang penuh.
Penuh hangat.
Penuh syukur.
Penuh semangat baru.
Pertemuan itu menguatkanku sebagai murid, sebagai penulis, sebagai seseorang yang sedang berproses menjadi lebih baik.
Qodarullah… tidak ada yang kebetulan.
Malam itu bukan hanya pertemuan di Kota Hujan,
tapi pengingat bahwa Allah selalu punya cara yang indah
untuk menguatkan langkah-langkah kecilku.
Terima kasih, Teh Indari. Semoga Allah menjaga dan memberkahi setiap langkahmu.
Tapi Qodarullah… malam itu berbeda. Ada sesuatu yang membuatku membuka notifikasi. Dan di sanalah aku membaca kabar bahwa Teh Indari Mastuti sedang berada di Bogor.
Seakan semuanya sudah diatur oleh Allah.
Allah menggerakkan hatiku untuk membuka pesan itu.
Allah pula yang menggerakkan hati suamiku untuk mengizinkan aku pergi.
Tidak ada satu pun yang terasa kebetulan.
Aku sempat mengira jarak ke tempat beliau hanya sekitar 10–15 menit. Ternyata 20 menit juga perjalanan menuju Kinara Cozy Kost—sebuah kost-an yang menurutku sangat mewah. Sebagai alumni IPB, aku tahu betul bagaimana Dramaga dulu. Kini daerah itu berubah pesat, begitu hidup, begitu maju.
Sepanjang perjalanan aku hanya bertanya dalam hati:
Apa rencana Allah di balik undangan pertemuan mendadak ini?
Wallahu’alam. Tapi aku percaya, selalu ada pesan di balik setiap pergerakan hati.
Sebenarnya aku sudah dua kali melewatkan momen bertemu Teh Indari—saat kopdar Bogor aku sakit, dan saat ulang tahun Indscript kondisiku tidak memungkinkan. Maka ketika mendengar beliau berada di Bogor, aku hanya ingin hadir. Tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Tidak ingin menyesal untuk ketiga kalinya.
Saat pintu kamar dibuka dan Teh Indari langsung memelukku erat, rasanya seperti bertemu sahabat lama yang sudah lama tak bersua. Hangat. Haru. Ada getaran syukur yang sulit kuceritakan dengan kata-kata.
Beliau begitu hangat, begitu manusiawi. Sambil berbincang dengan kami, beliau tetap melayani suaminya dan menata makanan yang baru datang. Sederhana, tetapi bagi seorang murid sepertiku—itu adalah teladan nyata tentang penghormatan, keseimbangan, dan dedikasi.
Obrolan kami mengalir tentang banyak hal—hidup, proses, perjalanan bisnis, hingga keputusan-keputusan besar yang tidak semua orang tahu. Dan aku belajar satu hal penting malam itu:
bahwa setiap orang punya perjuangan yang tidak terlihat, dan bahwa langkah teguh selalu lahir dari hati yang ditopang Allah.
Aku pulang dengan hati yang penuh.
Penuh hangat.
Penuh syukur.
Penuh semangat baru.
Pertemuan itu menguatkanku sebagai murid, sebagai penulis, sebagai seseorang yang sedang berproses menjadi lebih baik.
Qodarullah… tidak ada yang kebetulan.
Malam itu bukan hanya pertemuan di Kota Hujan,
tapi pengingat bahwa Allah selalu punya cara yang indah
untuk menguatkan langkah-langkah kecilku.
Terima kasih, Teh Indari. Semoga Allah menjaga dan memberkahi setiap langkahmu.
telah terbit di Facebook:

No comments:
Post a Comment