![]() |
Ilustrasi sebuah pesan, (Canva.com/cindianafamelia06) |
Lebaran tahun ini membawa kejutan yang tak terduga. Awalnya, aku dan suami tidak memiliki rencana untuk mudik ke kampung halaman di Curup, Bengkulu. Namun, Allah berkehendak lain. Tanpa diduga, kami akhirnya bisa kembali ke tanah kelahiran untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga besar.
Malam pertama Lebaran, suasana rumah orang tuaku terasa hangat. Setelah seharian bersilaturahmi, Ibu dan Apak mengumpulkan semua anak dan menantu. Aku tidak tahu apa yang akan mereka sampaikan, tetapi firasatku mengatakan bahwa ini bukan sekadar obrolan biasa.
Ketika mereka mulai berbicara, hatiku bergetar. "Kami sudah tua," ujar Apak, suaranya berat namun penuh ketegasan. "Kami tidak tahu kapan Allah akan memanggil kami."
Aku membeku. Kata-kata itu menyentakku seperti angin dingin yang menusuk. Tiba-tiba, ruangan terasa begitu hening. Apak dan Ibu melanjutkan pembicaraan tentang warisan yang mereka tinggalkan diatur sesuai syariah Islam. Hatiku semakin sesak ketika Ibu mengeluarkan perhiasan emas yang selama ini disimpannya dengan penuh kasih sayang. Satu per satu, perhiasan itu diberikan kepada anak perempuan dan menantu perempuan.
Tanganku gemetar saat menerimanya. Ada kehangatan di sana, tapi juga rasa sakit yang sulit dijelaskan. Aku masih memiliki luka yang belum sembuh tentang kehilangan orang tercinta. Mendengar orang tuaku berbicara tentang kepergian mereka membuatku merasa seolah-olah duniaku runtuh seketika.
Beberapa hari setelahnya, aku masih terguncang. Setiap kali melihat perhiasan itu, hatiku kembali perih. Aku bertanya dalam doa, "Ya Allah, apa yang harus aku lakukan dengan ini?"
Dalam keheningan malam, aku merenung. Mungkin ini bukan sekadar pemberian materi. Ini adalah simbol kasih sayang, amanah, dan doa dari seorang ibu kepada anak-anaknya. Aku sadar, perhiasan ini bukan hanya tentang emas, tetapi tentang warisan nilai-nilai, cinta, dan harapan.
Dengan hati yang mulai lapang, aku memutuskan untuk memanfaatkannya dengan bijak. Mungkin sebagian bisa menjadi tabungan masa depan, mungkin juga bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi keluarga dan sesama. Yang pasti, aku ingin menjadikannya sesuatu yang bernilai bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Bisa menjadi amal jariyah yang tak akan putus bagi kedua orangtuaku.
Aku belajar bahwa setiap pemberian, sekecil apa pun, memiliki makna lebih dalam jika kita melihatnya dengan hati yang terbuka. Dan mungkin, inilah cara Allah mengajarkan aku tentang arti kehilangan, penerimaan, dan keberkahan di balik setiap takdir-Nya.
No comments:
Post a Comment