 |
Sumber: Indscript Creative
|
Pada hari Rabu, tanggal 14 Agustus 2024, πΌπππ πππππ‘ πΆππππ‘ππ£π bekerjasama dengan Sekolah Perempuan kembali menorehkan sejarah dengan peluncuran buku antologi terbarunya yang berjudul "Tak Akan Menyerah dan Tak Berhenti Berjuang." Acara peluncuran ini diadakan secara virtual melalui Zoom Meeting pada pukul 10.00 WIB, dihadiri oleh para penulis, tamu undangan, serta para blogger yang meliput acara tersebut. Acara ini juga mengupas lebih dalam isi dan makna dari setiap kisah yang tertuang dalam antologi ini.
Buku "Tak Akan Menyerah dan Tak Berhenti Berjuang" adalah karya kolaboratif dari beberapa penulis berasal dari berbagai profesi dan generasi, termasuk juga para pensiunan yang tetap produktif dan aktif. Setiap kisah dalam buku ini merupakan cerminan dari perjuangan dan keteguhan hati mereka dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Melalui kisah-kisah ini, para penulis berbagi pengalaman pribadi yang sarat makna, penuh inspirasi, dan membangkitkan semangat untuk terus maju.
Pada acara peluncuran buku ini, dibuka langsung oleh teh Indari Mastuti πΉππ’ππππ πΌπππ πππππ‘ πΆππππ‘ππ£π, beliau memberikan kesempatan kepada para penulis untuk saling bercerita pengalaman mereka selama bergabung di kelas menulis buku antologi hingga kisah inspirasi yang mereka hasilkan.
Buku Antologi Tak Akan Menyerah
 |
Sumber: Indscript Creative |
Dalam buku antologi ini terdiri dari 27 penulis yang menorehkan kisah perjuangan mereka dalam perjalanan kehidupan. Ada kisah ibu Lela, S Permana, sebagai seorang pensiunan karyawan Bank Indonesia namun tetap aktif dan produktif dalam menulis. Begitu juga saat ini beliau aktif sebagai direktur BIKASOGA, di kota Bandung, Jawa Barat.
Berbeda dengan kisah ibu Lea Lindrawijaya
Suroso, sosok seorang wanita yang sangat begitu kuat dan tak kenal menyerah menghadapi fitnah atas tuduhan kepadanya yang menggelapkan dana bantuan sekolah (BOS) pada tahun 2022. Pada saat itu, ia masih menjabat sebagai kepala Sekolah di sebuah SMK Negeri di pulau Batam. Keteguhan hatinya untuk menunjukkan sebuah kebenaran melalui kisah yang dituliskan. Beliau merasa sangat
terpukul atas tuduhan tersebut, melalui kelas menulis buku antologi membangkit rasa percaya dirinya kembali. Saat ini beliau sedang mempersiapkan buku solo dengan versi novel menceritakan sepenggal kisah hidupnya.
Ada juga kisah kak Mayli "izzatul yang berjuang dalam menghadapi rasa ketakutannya pada masa belum mendapatkan sebuah pekerjaan, sedangkan di sekiliingnya telah menjalani hidup dengan sesuai standar ukuran masyarakat pada umumnya. Ketakutan-takutannya dapat ditepis dengan mengikuti terapis,
webinar, serta komunitas yang vibes positif. Melalui pengendalian emosi, pendewasaan diri, sebagai jalan baginya bisa keluar dari ketakutan itu. Dahulu ia bersikap diam dan memendam semua permasalahannya. Namun, ternyata itu bukan hal yang baik untuk meregulasikan semua emosinya. Tetapi dengan berusaha dan berupaya mendewasakan emosi, akhirnya ia bisa mulai memaafkan dirinya sendiri, menerima takdir, menyelami dirinya lebih dalam, serta merefleksi perjalanan hidup yang telah dilaluinya selama ini, termasuk melepaskan angan-angan idealnya sebagai seorang lulusan sarjana. Sehingga ia siap
melangkah menghadapi tahun-tahun kehidupan berikutnya. "Menulis itu sebagai
muhasabah bagi diriku," begitu yang beliau katakan.
Kisah ibu Leny Eko Prihartini, yang saat ini masih bekerja di jajaran Kementerian Sosial. Beliau bertugas di bawah direktorat anak, membagikan sepenggal ceritanya selama bertugas, terkhususnya kasus pelanggaran pada sebuah lembaga pendidikan yang dimana pimpinan pondok pesantren menjadi sebagai pelaku tindakan asusila kepada para santrinya. Sebuah institusi agama, seharusnya sebagai tempat perlindungan terbaik tetapi menjadi mengancam kehidupan masa depan para generasi penerus bangsa. Melalui tulisan beliau, teh Indari berharap dapat menjadi inspirasi
bagi para teman seperjuanganya, merangkul para korban, mendetoks hati, pikiran
serta trauma mereka melalui sebuah tulisan tersebut.
Salah seorang kaum adam yang tergabung dalam buku antologi Tak Akan Menyerah ini merupakan seorang yang berprofesi sebagai dokter. Dokter Iwan Suwarsa menceritakan bagaimana ia bisa bergabung dalam kelas menulis buku antologi πΌπππ πππππ‘ πΆππππ‘ππ£π dan terinspirasi dengan penulis ternama Indari Mastuti. Beliau menuturkan bagaimana sejak lama telah hobi dalam menulis, namun susahnya untuk berkecimpung di dalam dunia penerbit. Dahulu dunia penerbitan sangat begitu eklusif sekali, hanya penulis ternama yang dapat tembus di dunia penerbitan.
Pertama bergabung dengan grup penulisan Management Qolbu (MQ), namun berbeda
dengan grup kepenulisan dari kelas menulis buku πΌπππ πππππ‘ πΆππππ‘ππ£π. Walaupun sempat berpikir ia salah bergabung di grup kelas menulis buku ini, sebab kelas menulis buku lebih banyak didominasi oleh para kaum perempuan. Tetapi dengan bertahan bergabung dengan grup kelas menulis buku ia bisa membangkitkan semangat menulisnya kembali dan mewujudkan mimpinya sebagai seorang penulis.
Pada pembacaan kisah dibalik buku antologi Tak Akan Menyerah, teh Indari Mastuti membacakan kisahnya yang berjudul " Saya Tak Akan Menyerah", ada sebuah kutipan yang sangat menginsipirasi bagi saya, yakni: “Janganlah seseorang menginginkan mati ketika
menghadapi kesusahannya. Apabila harus melakukannya ia cukup berkata Ya Allah
tetap hidupkanlah aku selama kehidupan ini baik bagiku, wafatkan aku jika
kematian ini terbaik bagiku." ( HR. Bukhari Muslim)
Buku Antologi Tak Berhenti Berjuang
 |
Sumber: Indscript Creative |
Pak umar Maulana, dengan kisah “Perjuangan Membangun Sekolah Ala Finlandia”. Beliau menutukan hingga saat ini masih berjuang dengan 9
orang sebagai perintis mewujudkan sekolah ini, semua terinspirasi dari perkataan seorang Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Bapak M. Nur Rizal: "Tidak penting akan mengubah kurikulum, yang penting adalah kultur belajar di sekolah yang menyenangkan."
Keinginannya ini ingin menyediakan sebuah lembaga pendidikan yang lebih holistik, terintegritasi dengan alam dan nilai-nilai moral. Sekolah ini yang awalnya bukan sekolah alam tetapi sekolah yang sistemnya fleksibel sesuai kemampuan anak. Sekolah yang memanusiakan manusia, seperti di cetuskan oleh Bapak Munif Chatib (Sekolahnya Manusia).
Begitujuga dengan kisah Ibu Daumi Rahmatika. "Selalu Berjuang Untukmu, Nak!, saat menuliskan kisah ini, menjadi kilas balik baginya pada 26 tahun yang lalu sejak perjuangannya membantu sang anak tercinta yang merupakan seorang anak berkebutuhan khusus (ABK). Semua hal harus diperjuangkannya demi sang buah hati. Ibu yang berdomisili di kota Jambi ini, telah lama mengorbankan dirinya hingga menyebabkannya mengalami depresi terselubung. Melalui konsultasi dengan psikiater beliau diminta untuk mengelola emosi kelelahannya dengan menyalurkan kepada sebuah hobi. Menulis merupakan salah satu hobi lamanya, sehingga menulis digunakan sebagai terapi healing bagi beliau.
Berbeda kisah dengan ibu Susiyati, dengan "Karya Tanpa Lencana", beliau seorang pensiunan guru yang sudah lama hobi menulis, terbukti telah menghasilkan karya-karya terbaiknya. Perjuangannya dalam mengelola pikiran harus bagaimana menghadapi masa pensiunan. Sebelum pensiun beliau juga aktif berdakwah di sekolah dan berbagai organisasi perempuan. Saat ini beliau telah menemukan aktivitas di masa pensiunnya, dengan terus aktif berdakwah melalui tulisan-tulisan terbaiknya.
Bukan hanya penulis yang aktif di dalam acara ini, para undangan dan bloger yang meliput ikut memberi apresiasi bagi karya ini dan berpartisipasi aktif dalam sesi tanya jawab yang
berlangsung hangat.
Di akhir acara,
Indari Mastuti memberitahukan bahwa hari ini juga lauchingnya sebuah grup komunitas bagi para lansia, yakni komunitas Pensiunan Inspiratif. Komunitas ini dipimpin langsung oleh Ibu Lela, S Permana, dimana beliau sangat menginspirasi bagi para pensiunan yang tetap aktif dan produktif, termasuk di bidang kepenulisan yang telah lama dirintisnya. Indari Mastuti bukan saja memberdayakan kaum perempuan dalam bisnisnya namun juga memberdayakan para pensiunan agar mereka selalu tetap produktif terutama dalam dunia kepenulisan.
Penutup
Buku antologi Tak Akan Menyerah dan Tak berhenti Berjuang, buku yang sangat menginspirasi dan mempunyai ciri khas sendiri. Pada acara launching buku antologi ini, telah lauching juga sebuah komunitas Pensiunan Insipiratif yang dicetuskan oleh πΉππ’ππππ πΌπππ πππππ‘ πΆππππ‘ππ£π.
Peluncuran buku "Tak Akan Menyerah dan Tak Berhenti Berjuang" ini menjadi momen
penting bagi πΌπππ πππππ‘ πΆππππ‘ππ£π dan seluruh penulis yang terlibat. Buku ini
tidak hanya menjadi saksi bisu dari keteguhan dan perjuangan dalam kehidupan para penulis,
tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tidak pernah menyerah,
apa pun yang terjadi dan terus berjuang melanjutkan kehidupan dalam mewujudkan sebuah mimpinya.
Jika pembaca berminat dengan buku antologi ini, dapat menghubungi saya sebagai pengelola blog ini. Sekian dan terima kasih.
No comments:
Post a Comment