Tuesday, July 8, 2025

Indari Mastuti: Inspirasi Menulis dan Berdakwah

Konten [Tampil]

 

Ilustrasi seorang wanita muslim menulis di buku harian. (pexels.com/

Oktay Kâseoğlu)

“Menulis adalah bagian dari dakwah. Dengan tulisan, kita bisa menyebarkan kebaikan dan menjangkau lebih banyak orang.”

Indari Mastuti

Aku menulis bukan karena merasa pintar. Bukan pula karena ingin terlihat hebat. Aku menulis karena butuh tempat menumpahkan isi hati dan tak selalu ada orang yang bisa mendengarkan.

Dulu, menulis adalah caraku mencatat hal-hal kecil: rasa marah, cinta diam-diam, dan cerita remaja dalam buku diary. Tapi kini, saat menjadi ibu rumah tangga, menulis menjadi caraku untuk tetap waras di tengah rutinitas.

Hingga suatu hari aku menemukan kembali gairah itu, saat melihat iklan webinar “Nulis Jadi Cuan”. Dari sanalah aku mengenal lebih dekat sosok yang luar biasa,Teh Indari Mastuti, founder Indscript Creative, pelopor inovasi literasi, dan perempuan penggerak perubahan dari balik layar rumahnya.

Meskipun awalnya aku tak sempat ikut sesi utama karena pindahan rumah mendadak, Allah izinkan aku hadir di sesi ulang. Saat itu, sambil mengatur barang-barang di rumah baru, aku menyimak pemaparan Teh Indari dan jujur, aku terpaku.

“Jangan tunggu waktu luang untuk menulis. Sisihkan waktu, minimal 10 menit sehari,” katanya tegas namun hangat.

Kata-kata itu menusuk lembut ke dalam kesadaranku. Dulu aku hanya menulis saat sempat atau saat sedang merasa baik. Namun kini, aku mulai menulis agar tetap baik. Setiap hari 10 menit, dan itu cukup untuk membuatku merasa hadir bagi diriku sendiri.

Ketika aku mengalami kehilangan motivasi, di saat itulah aku mendapat kejutan: video call dari Teh Indari  secara langsung. Itu adalah bagian dari program Video Call Silaturahmi yang sedang dijalankan Indscript Creative. Dalam percakapan singkat tetapi sangat bermakna, beliau berkata:

“Menulis adalah bagian dari dakwah. Melalui tulisan, kita bisa menyebarkan kebaikan.”

Teh Indari juga menekankan pentingnya personal branding dan tidak hanya mengandalkan peluang dari satu platform. Beliau mendorong kami untuk mulai menawarkan jasa menulis sendiri baik review produk, artikel profil, bisnis UMKM, dan banyak lagi.

Dari dorongan itu, aku memberanikan diri bergabung di Sribulancer. Hasilnya? Dalam waktu singkat, 14 job menulis aku kerjakan. Dari menulis, aku tidak hanya sembuh… tapi juga bertumbuh.

Menulis Bukan Lagi Sekadar Kata, Tapi Jalan Kehidupan

Menulis bukan lagi hanya tentang meluapkan perasaan. Ia telah menjadi jalan dakwah—jalan untuk berbagi nilai, menyentuh hati, dan menyampaikan pesan kebaikan kepada dunia. Dalam setiap kalimat yang kutulis, ada niat untuk menebar manfaat. Dalam setiap paragraf, ada harapan agar tulisan ini menjadi bagian dari amal yang terus mengalir.

Tetap Menulis Meski Mood Menghilang

Tak dipungkiri, ada hari-hari saat mood menulis lenyap. Aku termenung di depan layar kosong, jari-jari enggan bergerak, dan pikiranku mengembara ke hal-hal remeh. Tapi aku belajar dari pesan Teh Indari: “Jangan tunggu mood, tapi biasakan menulis.”

Menulis itu seperti shalat—bukan soal sedang ingin atau tidak, tapi tentang komitmen untuk hadir setiap hari.

Kini, meski tak selalu bersemangat, aku tetap menulis. Meski pendek, asal konsisten. Karena aku percaya, dari kebiasaan kecil inilah, semangat besar akan tumbuh kembali.

Penutup

Kini, menulis bukan lagi sekadar pelarian. Ia adalah jalan dakwah, jalan untuk tumbuh, dan langkah kecil menuju ridha-Nya. Meski mood terkadang memudar, aku memilih tetap hadir, tetap menulis, meski hanya satu paragraf sehari.

Karena aku percaya, selama masih ada kata yang bisa ditulis, masih ada kebaikan yang bisa disebarkan. Dan selama masih ada satu orang yang membaca, maka menulis tetap layak diperjuangkan.

Terima kasih, Teh Indari, telah menyalakan kembali bara semangat dalam jiwaku. Aku akan terus menulis. Untuk Allah, untuk sesama, untuk diriku sendiri.

No comments:

Post a Comment