Friday, July 4, 2025

Menulis: Ruang Sunyi untuk Mendengar Suara Jiwa

Konten [Tampil]

Iustrasi menulis: ruang sunyi untuk mendengar suara jiwa. (pexels.com/Polina)

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh pencapaian, menulis sering kali dipandang sebagai aktivitas yang harus menghasilkan sesuatu: buku terbit, konten viral, atau cuan dari tulisan. Namun, bagi sebagian orang—termasuk aku—menulis bukan semata soal target, melainkan panggilan jiwa. Sesuatu yang tidak selalu bisa dijelaskan, tetapi terasa begitu kuat mendorong dari dalam.

Saat Menulis Tidak Lagi Soal Jumlah Kata

Dulu, aku juga pernah menghitung-hitung berapa halaman yang kutulis dalam sehari. Aku bangga saat mampu menyelesaikan sekian ribu kata, tapi terasa hampa saat menyadari bahwa tulisanku kehilangan ruh. Kosong. Sekadar rutinitas yang dipaksa untuk memenuhi target.

Sampai pada satu titik, aku berhenti. Aku bertanya pada diriku sendiri: “Untuk apa aku menulis?”


Bukan untuk mengejar likes, bukan untuk mengisi feed. Namun, untuk menyapa bagian terdalam dari diriku yang jarang terdengar.

Menulis Sebagai Ruang Berteduh

Menulis bagiku adalah cara untuk memahami dunia, tetapi lebih dari itu: memahami diri sendiri. Dalam setiap kata yang kutulis, aku seperti membuka jendela kecil menuju isi hatiku. Kadang bahagia, kadang rapuh. Kadang marah, kadang penuh harapan.

Di tengah riuhnya dunia luar, menulis menjadi ruang berteduh. Sebuah tempat aman di mana aku boleh menangis, tertawa, jujur, dan tidak dihakimi.

Panggilan yang Tidak Bisa Ditawar

Ada saat-saat ketika aku sedang lelah, sibuk, atau bahkan ingin menyerah, tapi ada suara kecil yang memanggil. Bukan dari luar, tapi dari dalam. Suara itu berkata, “Tulis saja. Satu paragraf, satu baris pun tak apa. Yang penting kamu menulis.”

Panggilan itu tak pernah memaksa, tapi juga tak pernah benar-benar diam. Ia hadir seperti sahabat yang mengingatkan, bukan menuntut. Dan ketika aku mendengarkannya, ada rasa damai yang sulit dijelaskan.

Menulis untuk Memberi, Bukan Hanya Mengisi

Menulis bukan hanya untuk mengisi halaman kosong, tapi untuk memberi makna. Memberi ruang bagi orang lain yang sedang mencari harapan, penghiburan, atau sekadar teman senasib. Mungkin itulah mengapa menulis yang lahir dari jiwa, akan selalu menemukan jalannya sendiri menuju hati pembaca.

Penutup

Menulis memang bisa menjadi profesi, sumber penghasilan, atau jalan menuju prestasi. Tapi jangan sampai kita lupa: menulis, pertama-tama, adalah panggilan. Panggilan untuk jujur, panggilan untuk hadir bagi diri sendiri dan panggilan untuk memberi makna bagi orang lain.

Jika kamu merasa adanya panggilan itu, jangan abaikan. Dengarkan. Tuliskan. Biarkan kata-katamu tumbuh menjadi jembatan yang menghubungkan dirimu dengan dunia dan dengan jiwamu sendiri.

Thursday, July 3, 2025

Senandika: "Gema Kecemasan"

Konten [Tampil]

Ilustrasi: seseorang duduk memeluk lutut, penuh overthinking dan anxiety.(leonardo.ai

/meliafamelia)  

Ada suara di dalam kepalaku. Ia berbisik tanpa henti, seolah tak pernah lelah. Katanya, aku tak cukup baik. Katanya, dunia terlalu besar, terlalu bising, terlalu berbahaya untuk seseorang sepertiku. Setiap detik, setiap langkah, ada perasaan yang membekap, seakan aku terus-menerus berada di tepi jurang.

Kenapa hal-hal sederhana bisa terasa begitu rumit? Napasku tersengal hanya memikirkan kemungkinan yang belum tentu terjadi. Saat semua orang tampak tenang, aku dilanda badai di dalam diri sendiri. Jantungku berpacu, tanganku gemetar, dan tiba-tiba, aku kehilangan kendali atas atas diriku sendiri.

 Orang bilang, “Santai saja, itu hanya di kepalamu.”

Seakan aku bisa mematikan tombol dan semuanya akan baik-baik saja. Mereka tak tahu bagaimana rasanya terjebak dalam labirin pikiran yang tak pernah berhenti berputar. Bagaimana semua pintu seolah tertutup, kecuali satu pintu, yaitu kecemasan.

Aku ingin keluar, tapi bagaimana caranya? Ketakutan ini bukan hanya sekadar bayangan yang bisa kuabaikan. Ia nyata. Ia hadir setiap kali aku mencoba melangkah keluar dari zona nyamanku. Ia mengekangku, membisikkan ketidakmampuan, kelemahan, serta ketidakpastian. 

Namun, di tengah semua itu, ada secercah harapan. Mungkin suara itu tak akan pernah benar-benar hilang, tetapi aku bisa belajar untuk tidak selalu mendengarkannya. Aku bisa belajar untuk bernapas di tengah deru kecemasan, untuk berdiri di tengah gempuran pikiran yang meruntuhkan.

Mungkin hari ini aku masih di sini, di dalam perangkap kecemasanku. Tapi siapa tahu? Mungkin besok aku akan menemukan jalan keluar, meskipun hanya selangkah. Itupun sudah cukup, karena melawan kecemasan bukan tentang menang atau kalah, tetapi tentang bertahan dan menyadari bahwa aku lebih dari ketakutanku itu.


B0gor, 04 Juli 2025

 


Monday, June 9, 2025

5 Minuman Sebelum Tidur yang Membantu Menurunkan Berat Badan

Konten [Tampil]

Ilustrasi: teh chamomile minuman sebelum tidur yang membantu menurunkan berat badan
                                                                                 (pexels.com/Mareefe)                                                                                    


Nikmati 5 minuman sebelum tidur yang membantu menurunkan berat badan, jika ingin menurunkan berat badan dengan cara alami. Selain itu juga dapat membantu membakar lemak, meningkatkan metabolisme, dan tidur pun jadi lebih nyenyak. 

Menurunkan berat badan bukan hanya tentang diet ketat dan olahraga intens. Perubahan kecil seperti memilih minuman yang tepat di malam hari juga berpengaruh besar. Beberapa jenis minuman terbukti mampu mempercepat proses detoksifikasi, meningkatkan rasa kenyang, serta menunjang fungsi tubuh saat beristirahat.

Berikut ini lima jenis minuman sebelum tidur yang dapat membantu proses penurunan berat badan secara alami:

1. Teh Chamomile

Selain dikenal sebagai minuman yang menenangkan, teh chamomile ternyata juga mendukung penurunan berat badan. Kandungan antioksidannya membantu memperlancar pencernaan dan mendorong pembakaran lemak saat kamu tertidur.

Manfaat tambahan: Tidur jadi lebih lelap, yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas metabolisme.


2. Air Lemon Hangat

Mengonsumsi air lemon hangat di malam hari dapat membantu tubuh menjalani proses detoksifikasi dan mendukung fungsi hati. Kandungan vitamin C dan antioksidan dalam lemon berperan penting dalam membantu mengeluarkan racun dari dalam tubuh.

Tips: Gunakan lemon segar dan hindari penambahan gula agar manfaatnya tetap optimal.


3. Susu Rendah Lemak

Kandungan triptofan dan kalsium dalam susu rendah lemak dapat membantu tubuh lebih cepat tertidur dan tidur lebih lelap. Tidur yang cukup berkaitan erat dengan keseimbangan hormon lapar dan kenyang, yaitu leptin dan ghrelin.

Catatan: Sebaiknya pilih susu yang tidak mengandung gula tambahan agar asupan kalori tetap terjaga.


4. Teh Hijau Tanpa Kafein

Teh hijau mengandung antioksidan jenis katekin yang terbukti meningkatkan metabolisme tubuh dan membantu proses pembakaran lemak. Untuk malam hari, pilih varian tanpa kafein agar tidurmu tidak terganggu.

Fakta menarik: Teh hijau yang dikonsumsi secara teratur sangat berpotensi membantu menghilangkan lemak di area perut.


5. Air Kayu Manis dan Madu

Minuman dari campuran kayu manis dan madu dalam air hangat menjadi alternatif alami untuk membakar lemak. Kayu manis membantu menstabilkan kadar gula darah, sementara madu mengandung enzim yang mempercepat metabolisme.

Cara membuat: Campur ½ sdt kayu manis bubuk dan 1 sdt madu ke dalam segelas air hangat.


Minuman sehat sebelum tidur bisa menjadi kebiasaan ringan namun berdampak besar untuk proses penurunan berat badan. Selain menyehatkan tubuh dari dalam, minuman ini juga membantu tidur lebih berkualitas.

Namun, ingatlah bahwa hasil yang optimal akan didapat jika dikombinasikan dengan pola makan seimbang, olahraga rutin, dan manajemen stres yang baik. Jadikan rutinitas malam harimu tidak hanya menenangkan, tetapi juga menyehatkan!

Tuesday, June 3, 2025

Jejak Kata Ibu Rumah Tangga, Istri, dan Penyintas

Konten [Tampil]


Tulisan ini lahir bukan dari hidup yang sempurna, melainkan dari serpihan kisah yang mengajarkanku arti sebuah perjuangan. Kutuliskan dalam setiap jejaknya dengan hati, air mata dan iman.

Adakala sebagai ibu rumah tangga, aku merasa tidak berharga. Hari-hariku dilalui terasa monoton, tenggelam dalam rutinitas tanpa jeda. Namun, dari sanalah aku belajar tentang cinta tak bersyarat, bahwa mencintai tak selalu butuh ucapan, tetapi hadir dalam diam, kesabaran dan Ikhlas yang tak terlihat.

Sebagai istri, pastinya aku pernah menghadapi badai rumah tangga. Ada luka yang kupendam, lelah yang tak sempat kuceritakan. Rumah tangga bukan tentang siapa yang paling benar, melainkan siapa yang ingin memperbaiki diri demi kebaikan bersama.

Aku sebagai seorang penyintas tumor otak, yang telah melalui perjalanan panjang untuk kesembuhan. Hari demi hari selalu diselimuti rasa takut dan cemas. Dari sana, aku belajar bahwa menuliskan kisah bisa menjadi doa panjang dan pelipur luka, bagi diri sendiri maupun orang lain.

Lewat platform KBM, kutuliskan semuanya. Kisah-kisah itu kini, kubagikan dalam tulisan yang bisa dibaca melalui platform KBM App. Tiga karyaku di sana bukan hanya catatan harian, melainkan cerminan dari perjalanan seorang perempuan yang ingin menyembuhkan dirinya sambil menguatkan orang lain:


🔹 Pernak-pernik Kehidupan Ibu Rumah Tangga

🔹 Untukmu, Lelaki yang Kupilih untuk Menggapai Surga-Nya

🔹 Secercah Mentari Bagi Penyintas Tumor Otak

 

"Semoga jejak kata ini menjadi cahaya kecil untukmu yang sedang berjuang. Aku percaya, setiap perempuan memiliki kisah yang layak ditulis, dan setiap luka bisa disembuhkan lewat kejujuran yang ditulis dengan cinta."


Temukan tulisan-tulisanku melalui link di bawah ini:

https://read.kbm.id/profile/penulis/a0298c80-1d43-7448-ab93-ceb3469f7ebc

 

Tuesday, May 13, 2025

Tips Efektif Mengelola Emosi bagi Ibu Rumah Tangga

Konten [Tampil]
Ibu dan anak sedang beraktivitas yang menyenangkan. (pexels.com/Ron Lach)

Temukan tips efektif mengelola emosi bagi ibu rumah tangga, agar tetap waras dan bahagia dalam menjalani perannya sehari-hari, serta menjadi pusat cinta di rumah.

Menjadi ibu rumah tangga bukanlah peran yang ringan. Tuntutan dari berbagai arah, mulai dari anak, suami, pekerjaan domestik, bahkan ekspektasi dari lingkungan sosial. Hal ini, seringkali menumpuk menjadi beban emosional. Jika tidak kita mengelolanya dengan baik, emosi yang menumpuk bisa meledak dan berdampak pada keharmonisan rumah tangga.

Berikut ini beberapa tips mengelola emosi yang efektif bagi ibu rumah tangga, agar tetap sehat secara mental dan mampu menjalani peran dengan bahagia.

1. Kenali dan Terima Emosi yang Muncul

Langkah pertama dalam mengelola emosi adalah menyadari perasaan yang sedang kita rasakan, baik itu marah, sedih, kecewa, lelah, ataupun frustrasi. Jangan menolak atau mengabaikan semua hal itu. Menerima emosi sebagai bagian dari pengalaman hidup manusia akan membuat kita lebih bijak dalam meresponsnya.

"Aku sedang marah, dan itu wajar. Tapi aku bisa memilih bagaimana meresponsnya."


2. Ambillah Jeda Saat Emosi Memuncak

Ketika emosi mulai memuncak, ambillah jeda. Menjauh sejenak dari sumber stres—misalnya masuk ke kamar dan menarik napas dalam hingga bisa membantu menjadi lebih baik. Jangan pernah ragu untuk mengatakan, “Ibu butuh waktu sebentar ya,” kepada anak atau pasangan.

Bernafas dalam selama 3–5 menit dengan teknik 4-7-8 (tarik napas 4 detik, tahan 7 detik, hembuskan 8 detik) bisa membantu meredakan ketegangan.


3. Tulis Perasaan dalam Jurnal

Menulis merupakan cara yang paling efektif dan mudah dilakukan untuk menyalurkan emosi kita. Dengan menuliskan semua keluh kesah yang ada, kita bisa lebih memahami akar masalah dan tidak langsung melampiaskannya kepada orang lain.

Coba meluangkan waktu 5–10 menit sebelum tidur untuk mencatat perasaan yang dirasakan hari itu, termasuk hal-hal yang disyukuri.


4. Jaga Keseimbangan Tubuh dan Pikiran

Kesehatan emosional sangat berkaitan dengan kondisi fisik. Ketika kurang tidur, kurang nutrisi, dan minim gerak bisa membuat emosi lebih mudah meledak. Pastikan agar kita: tidur cukup (minimal 6–7 jam), makan bergizi dan cukup air putih, serta berolahraga ringan, seperti jalan pagi atau senam 15 menit


5. Libatkan Dukungan Sosial

Berbagi cerita dengan teman, keluarga, atau komunitas sesama ibu rumah tangga bisa sangat membantu. kita tak perlu ragu untuk menemukan teman curhat yang bisa mendengarkan tanpa menghakimi.

Jika perlu, konsultasi dengan konselor atau psikolog merupakan langkah berani dan bijak, bukan tanda kelemahan kita.


6. Luangkan Waktu untuk Diri Sendiri

"Me time" bukan kemewahan, melainkan kebutuhan. Ibu yang bahagia akan lebih mudah menciptakan suasana rumah yang positif.

Berikut ini contoh cara "me time" sederhana yang bisa kita lakukan, diantaranya:

• Membaca buku favorit

• Menonton film tanpa gangguan

• Menyulam atau merajut

• Ngopi sendiri sambil mendengarkan musik tenang


7. Menguatkan Pondasi Spiritualitas

Bagi ibu yang beragama, memperkuat hubungan dengan Tuhan bisa menjadi sumber ketenangan. Salat yang khusyuk, tilawah Al-Qur’an, atau zikir bisa menjadi pelipur lara saat emosi melanda.

Berdoa seperti:

“Ya Allah, lapangkan hatiku dan sabarkan jiwaku dalam mengasuh keluarga ini,”

Hal ini, bisa menjadi penenang batin di tengah hari yang melelahkan.


Penutup

Setiap ibu rumah tangga adalah pejuang tangguh yang layak mendapatkan penghargaan, termasuk dari diri kita sendiri. Mengelola emosi bukan berarti menekan perasaan, tetapi belajar mengenal, memahami, dan merawat diri agar tetap sehat secara mental. Keluarga yang bahagia berawal dari ibu yang bahagia. Semangat buat para ibu hebat!✊✊✊

Dua Tahun Bersama: Refleksi dari Hati

Konten [Tampil]



Dua tahun bukan waktu yang panjang, tetapi cukup untuk mengajarkan kami makna keteguhan. Baik dalam suka maupun duka, kami belajar bahwa pernikahan bukan tentang siapa yang paling kuat, tetapi tentang bagaimana kami saling menguatkan. 


Aku semakin percaya, bahwa ketika dua hati saling bersandar dalam keimanan kepada Allah, segala badai bisa dilalui. Kami bukan pasangan sempurna, tetapi kami berusaha untuk saling menerima, saling memahami, dan saling memperbaiki. 


Setiap tawa dan air mata menjadi bukti perjalanan ini merupakan anugerah dari Allah. Di balik setiap tantangan, ada tangan Allah yang selalu menggenggam, menuntun kami untuk tetap bersama dalam kebaikan. 


Anniversary ini bukan hanya selebrasi, melainkan pengingat bahwa cinta kami terus bertumbuh—bukan karena kami hebat, tetapi karena kami mau terus belajar mencintai dalam ridha-Nya. 


Semoga Allah senantiasa menjaga hati kami, menyatukan langkah kami, dan menjadikan rumah tangga ini bagian dari jalan menuju surga-Nya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin 👐


Selamat milad cinta, kita.

💗💖

Bogor, 13 Mei 2025

Tuesday, May 6, 2025

Pesan Cinta di Ujung Ramadan

Konten [Tampil]
Ilustrasi sebuah pesan, (Canva.com/cindianafamelia06)

Lebaran tahun ini membawa kejutan yang tak terduga. Awalnya, aku dan suami tidak memiliki rencana untuk mudik ke kampung halaman di Curup, Bengkulu. Namun, Allah berkehendak lain. Tanpa diduga, kami akhirnya bisa kembali ke tanah kelahiran untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga besar.

Malam pertama Lebaran, suasana rumah orang tuaku terasa hangat. Setelah seharian bersilaturahmi, Ibu dan Apak mengumpulkan semua anak dan menantu. Aku tidak tahu apa yang akan mereka sampaikan, tetapi firasatku mengatakan bahwa ini bukan sekadar obrolan biasa.

Ketika mereka mulai berbicara, hatiku bergetar. "Kami sudah tua," ujar Apak, suaranya berat namun penuh ketegasan. "Kami tidak tahu kapan Allah akan memanggil kami."

Aku membeku. Kata-kata itu menyentakku seperti angin dingin yang menusuk. Tiba-tiba, ruangan terasa begitu hening. Apak dan Ibu melanjutkan pembicaraan tentang warisan yang mereka tinggalkan diatur sesuai syariah Islam. Hatiku semakin sesak ketika Ibu mengeluarkan perhiasan emas yang selama ini disimpannya dengan penuh kasih sayang. Satu per satu, perhiasan itu diberikan kepada anak perempuan dan menantu perempuan.

Tanganku gemetar saat menerimanya. Ada kehangatan di sana, tapi juga rasa sakit yang sulit dijelaskan. Aku masih memiliki luka yang belum sembuh tentang kehilangan orang tercinta. Mendengar orang tuaku berbicara tentang kepergian mereka membuatku merasa seolah-olah duniaku runtuh seketika.

Beberapa hari setelahnya, aku masih terguncang. Setiap kali melihat perhiasan itu, hatiku kembali perih. Aku bertanya dalam doa, "Ya Allah, apa yang harus aku lakukan dengan ini?"

Dalam keheningan malam, aku merenung. Mungkin ini bukan sekadar pemberian materi. Ini adalah simbol kasih sayang, amanah, dan doa dari seorang ibu kepada anak-anaknya. Aku sadar, perhiasan ini bukan hanya tentang emas, tetapi tentang warisan nilai-nilai, cinta, dan harapan.

Dengan hati yang mulai lapang, aku memutuskan untuk memanfaatkannya dengan bijak. Mungkin sebagian bisa menjadi tabungan masa depan, mungkin juga bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi keluarga dan sesama. Yang pasti, aku ingin menjadikannya sesuatu yang bernilai bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Bisa menjadi amal jariyah yang tak akan putus bagi kedua orangtuaku.

Aku belajar bahwa setiap pemberian, sekecil apa pun, memiliki makna lebih dalam jika kita melihatnya dengan hati yang terbuka. Dan mungkin, inilah cara Allah mengajarkan aku tentang arti kehilangan, penerimaan, dan keberkahan di balik setiap takdir-Nya.