Hari ini, masuk hari ketiga suamiku mengalami koma. Sejak kemarin, aku dan anak-anak telah menemaninya, di sebuah ruangan ICU rumah sakit di kota Bogor. Sejak suami mengalami koma, kami hanya bisa memasrahkan diri, dan memohon agar beliau diberikan kesembuhan terbaik menurut Allah.
Seperti biasa, dokter jaga memantau perkembangan suami dan memintaku mempersiapkan diri, untuk kemungkinan terburuk. Pada detik-detik terakhirnya, ketika dia akan meninggalkan kami, aku sudah tak berdaya. Namun hati ini, seperti mengikhlaskan dan berbisik di dalam hati, “pergilah, Mas menghadap 𝑅𝑎𝑏𝑏-Mu, aku dan anak-anak telah rida.”
Selepas itu, beriringan suara alat pemantau kondisi pasien pun, berbunyi tanpa henti. Tangisan ketiga anak-anakku semakin menjadi-jadi, dan aku hanya terdiam terpaku. Para medis, telah membacakan jam kepergiannya dan mengucapkan bela sungkawa.
Segera aku memeluk ketiga anak-anakku, dan kami menangis bersama, aku mengatakan kepada anak-anak, “berduka dan menangislah sepuas-puasnya, setelah itu kita harus segera mempersiapkan pemakaman ayah.”
Anak-anak pun hanya menganggukkan kepalanya, menandakan memahami maksudku.
Pada hari itu, hujan menyelimuti kota Bogor, sepertinya alam memahami suasana hati kami. Tak terasa mendung pun bergelayut di pelupuk mata ini, bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipiku. Mobil 𝑎𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 yang kami tumpangi terus melaju cepat, tanpa terasa telah memasuki pintu gerbang perumahan tempat kami tinggal. Suasana duka semakin terasa, dengan berjejernya karangan bunga di sepanjang jalan menuju rumah.
https://www.facebook.com/share/p/cWGH54eRVDvfuSgN/
#latihan30harimenulis
#kenanganhujan_day17
#miniproject