Sore hari itu, cuaca sudah tampak mendung menyelimuti kotaku. Langit biru berubah hitam pekat, sebentar lagi akan menumpahkan air hujan ke bumi.
Saudara laki-lakiku memberi komando, jika akan mengajak adik-adiknya bermain hujan. Rintik hujan pertama jatuh, diikuti oleh tetesan yang semakin deras. Tanpa berpikir panjang, kami berlari keluar rumah menuju halaman. Hujan turun dengan lebat, membasahi rambut dan pakaian kami. Gelak tawa kami terdengar nyaring di antara gemericik air yang jatuh.
Aku berputar, melompat, dan
berlari dengan gembira, seolah-olah setiap tetes hujan adalah butiran
kebahagiaan yang turun dari langit. Dari balik pintu rumah, terdengar suara Ibu
memanggil kami,
"Bang, ajak adik-adiknya masuk dan segera mandi. Nanti kalian sakit!"
Namun, kami berpura-pura tidak mendengarkan teriakan Ibu. Kami terus bermain hingga tubuh terasa menggigil kedinginan. Saat itu, barulah kami memutuskan untuk masuk ke rumah. Selepas membersihkan diri dan mengganti pakaian, beberapa mangkuk bubur sekoi khas Bengkulu sudah tersaji di meja makan.
Aroma wanginya bubur sangat menggoda. Ibu selalu tahu bagaimana membuat anak-anaknya merasa nyaman. Bubur sekoi bertekstur lembut dan rasa legit sangat menyentuh hati, seperti pelukan hangat Ibu.
Kami menikmati bubur sekoi di
ruang tengah. Di luar, hujan masih turun deras, tetapi di dalam rumah, kami
bisa merasakan hangatnya cinta dan kasih sayang Ibu dari setiap suapan bubur
sekoi itu.
#latihan30harimenulis
#kenanganhujan_day19
#miniproject
No comments:
Post a Comment