Wednesday, September 24, 2025

Mengapa Perempuan Lebih Sensitif? Antara Fitrah, Hormonal, dan Hikmah

Konten [Tampil]

Bunga tulip dengan tetesan embun, ilustrasi sensitifitas perempuan. (pexels.com/solod_sha)

Pernahkah kamu bertanya-tanya, mengapa perempuan lebih mudah tersentuh hatinya dibanding laki-laki? Ada yang menangis hanya karena ucapan kecil, tersinggung karena sikap yang dianggap sepele, atau justru terlalu mudah luluh oleh perhatian sederhana. Kadang, bahkan perempuan itu sendiri merasa heran dengan perasaannya yang begitu peka.

Apakah ini kelemahan? Atau justru kekuatan?

Sebagai seorang istri, seorang ibu, sekaligus seorang perempuan, aku sering merasakan hal ini. Ada masa ketika hati terasa rapuh hanya karena hal-hal kecil, tetapi di sisi lain, kepekaan itu membuatku lebih cepat merasakan kebahagiaan dari hal sederhana. Dari sanalah aku mulai belajar: ternyata sensitivitas perempuan bukan sesuatu yang harus ditolak, melainkan dipahami.

Namun, untuk bisa memahami, kita perlu menengok dari berbagai sisi: biologis, fitrah, hingga sosial dan Perspektif Islam. Mari kita mulai dari yang paling nyata terlihat—sisi biologis.

1. Aspek Biologis: Hormonal yang Mempengaruhi Emosi

Secara ilmiah, sensitivitas perempuan erat kaitannya dengan hormon. Hormon estrogen dan progesteron yang dominan dalam tubuh perempuan berperan besar terhadap suasana hati. Inilah sebabnya emosi perempuan lebih dinamis: mudah terharu, lebih cepat cemas, atau lebih mudah marah dalam kondisi tertentu.

Selain itu, siklus bulanan yang dialami perempuan juga memberi pengaruh nyata. Menjelang menstruasi misalnya, banyak perempuan yang merasa lebih sensitif, mudah tersinggung, bahkan menangis tanpa sebab yang jelas. Semua itu bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari desain biologis yang Allah tetapkan.

Jadi, ketika seorang perempuan merasa emosinya naik-turun, ia tidak perlu merasa bersalah. Itu adalah proses alami tubuh yang justru menunjukkan betapa uniknya ciptaan Allah.

2. Fitrah Keibuan: Hati yang Diciptakan Lembut

Sensitivitas perempuan juga terkait dengan fitrah keibuan. Allah menciptakan perempuan dengan hati yang lebih lembut dan penuh empati. Ia disiapkan untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan anak. Semua itu memerlukan hati yang peka dan penuh kasih sayang.

Bayangkan seorang ibu yang terbangun hanya karena bayinya bergerak sedikit atau menangis lirih di malam hari. Itu bukan kebetulan. Itu adalah bentuk sensitivitas alami yang ditanamkan Allah, agar perempuan mampu menjalankan peran besar sebagai penjaga kehidupan.

Sensitivitas ini pula yang membuat perempuan seringkali lebih mampu membaca suasana, memahami perasaan orang lain, dan mengisi ruang-ruang emosional dalam keluarga.

3. Faktor Psikologis dan Sosial

Selain faktor biologis dan fitrah, ada juga pengaruh psikologis dan sosial. Sejak kecil, anak perempuan umumnya dibiasakan untuk mengekspresikan emosi. Tidak ada yang heran ketika seorang anak perempuan menangis atau bercerita tentang perasaannya. Sementara anak laki-laki sering diajarkan untuk “kuat” dan “jangan cengeng”.

Inilah yang kemudian membuat perempuan lebih terbuka terhadap perasaan, lebih mudah menangkap hal-hal kecil, dan lebih berani mengakui bahwa ia sedang terluka. Perbedaan pola asuh inilah yang kemudian menjadikan sensitivitas perempuan lebih menonjol dibanding laki-laki.

Namun justru karena itu, perempuan lebih sering menjadi penyalur emosi dalam keluarga. Ia yang meredakan pertengkaran, ia pula yang lebih dulu menangis ketika ada perpisahan. Bukankah itu sebenarnya kekuatan yang luar biasa?

4. Sensitivitas dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, sensitivitas bukan sesuatu yang dianggap lemah. Justru ia bagian dari kasih sayang yang Allah tanamkan dalam diri manusia. Allah berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)

Kasih dan sayang inilah yang salah satunya lahir dari sensitivitas hati seorang perempuan. Karena lebih peka, perempuan bisa lebih cepat menghadirkan kelembutan di tengah keluarga. Karena lebih sensitif, perempuan bisa menjadi penyeimbang saat suaminya terlalu keras atau anak-anaknya terlalu gaduh.

Rasulullah ﷺ sendiri begitu menghargai perasaan perempuan. Beliau tidak pernah meremehkan air mata istrinya, bahkan ketika Siti Aisyah cemburu. Beliau menanggapi dengan kelembutan, bukan kemarahan. Dari teladan ini, kita belajar bahwa sensitivitas perempuan adalah anugerah yang harus diterima, bukan dijauhi.

Penutup

Jadi, mengapa perempuan lebih sensitif? Karena itu fitrah. Karena Allah menciptakannya demikian. Karena dari rahimnya lahir kehidupan, dan dari hatinya tumbuh kasih sayang yang menyejukkan keluarga.

Sensitivitas memang bisa menjadi tantangan, terutama ketika tidak dikelola dengan baik. Namun pada saat yang sama, ia adalah kekuatan. Dengan sensitivitas, perempuan bisa lebih cepat merasakan kebutuhan orang lain, lebih mudah berempati, dan lebih tulus dalam mencintai.

Bagi para perempuan, jangan merasa lemah karena lebih mudah menangis atau tersentuh. Itu justru tanda bahwa hatimu hidup, lembut, dan penuh kasih. Bagi para laki-laki, belajarlah memahami bahwa sensitivitas pasanganmu adalah karunia yang Allah berikan agar cinta kalian tetap tumbuh dan terjaga.

Karena pada akhirnya, sensitivitas bukan kelemahan. Ia adalah bahasa cinta yang Allah titipkan dalam diri perempuan, agar dunia ini tidak kehilangan kelembutan.

No comments:

Post a Comment