Friday, September 26, 2025

Cemburu Istri Dalam Pandangan Islam: Fitrah yang Perlu Dijaga

Konten [Tampil]
Pasangan suami istri. Photo by Ahmed on Unsplash

Cemburu adalah emosi yang hampir setiap orang pernah merasakannya, terlebih dalam hubungan pernikahan. Dalam Islam, secara bahasa rasa
cemburu ini dikenal dengan istilah ghirah. Bagi seorang istri, ghirah kepada suami merupakan sesuatu yang wajar dan bahkan dianggap sebagai fitrah yang telah Allah tanamkan di dalam hati perempuan. Namun, seperti emosi lainnya, cemburu pun perlu diarahkan agar menjadi energi kebaikan, bukan sebaliknya.


𝘊𝘦𝘮𝘣𝘶𝘳𝘶 𝘐𝘵𝘶 𝘍𝘪𝘵𝘳𝘢𝘩

Rasulullah ﷺ sendiri memahami bahwa seorang wanita memiliki sifat pencemburu. Diriwayatkan bahwa Ummul Mukminin Aisyah r.a. pernah merasa cemburu, dan Rasulullah tidak menyalahkan beliau. Beliau memaklumi bahwa cemburu adalah bagian dari fitrah perempuan.

Dalam rumah tangga, ghirah seorang istri adalah tanda cinta. Ia muncul karena adanya rasa ingin menjaga dan melindungi hubungan suci dengan suaminya. Cemburu bisa menjadi pengikat emosional yang mempererat ikatan kasih sayang, selama masih berada dalam kadar yang sehat.

𝘈𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘊𝘦𝘮𝘣𝘶𝘳𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘛𝘦𝘳𝘱𝘶𝘫𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘛𝘦𝘳𝘤𝘦𝘭𝘢

Islam memandang bahwa ghirah ada dua bentuk:

1. Cemburu yang dicintai Allah

Yaitu cemburu yang timbul karena alasan syar’i. Misalnya, seorang istri merasa tidak nyaman bila suaminya terlalu dekat dengan hal-hal yang bisa menjerumuskannya pada dosa. Cemburu seperti ini adalah bentuk penjagaan, sekaligus ikhtiar menjaga kehormatan rumah tangga.


2. Cemburu yang dibenci Allah

Yaitu cemburu yang berlebihan, sampai menimbulkan tuduhan tanpa bukti, prasangka buruk, atau pertengkaran yang tidak berdasar. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya di antara ghirah ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah…”

(HR. Ahmad, Abu Dawud).

Artinya, tidak semua cemburu terpuji. Jika cemburu berubah menjadi kontrol yang menyesakkan atau menumbuhkan rasa tidak percaya, maka justru bisa merusak keharmonisan rumah tangga.

𝘔𝘦𝘯𝘺𝘦𝘪𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘊𝘦𝘮𝘣𝘶𝘳𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘏𝘶𝘴𝘯𝘶𝘻𝘢𝘯

Dalam Islam, suami istri diajarkan untuk saling berbaik sangka (husnuzan). Ketika cemburu muncul, seorang istri bisa menyeimbangkannya dengan komunikasi yang baik dan doa agar hatinya tetap tenang. Menyampaikan rasa cemburu dengan cara lembut, bukan dengan marah-marah atau tuduhan, akan lebih mudah diterima oleh pasangan.

Rasa cemburu juga bisa diarahkan menjadi doa dan introspeksi diri. Alih-alih menumbuhkan rasa curiga yang berlebihan, cemburu bisa menjadi pengingat untuk memperbaiki hubungan, meningkatkan kualitas diri, dan memperkuat ikatan hati dengan pasangan.

𝘗𝘦𝘯𝘶𝘵𝘶𝘱

Cemburu istri kepada suaminya adalah hal yang wajar, bahkan bisa menjadi tanda cinta dan penjagaan. Islam tidak melarang sifat ini, selama tetap dalam batas yang sehat. Kuncinya ada pada keseimbangan: menjaga ghirah agar tetap terpuji, menjauhkan diri dari prasangka buruk, dan menguatkannya dengan komunikasi penuh kasih.

Karena pada akhirnya, rumah tangga yang sakinah bukanlah rumah yang bebas dari rasa cemburu, tetapi rumah yang mampu menjadikan cemburu sebagai energi untuk saling menjaga, saling memahami, dan saling menguatkan dalam ketaatan kepada Allah.



No comments:

Post a Comment