Thursday, April 25, 2024

Mulai Membuka Diri

Konten [Tampil]

 

Aku Dina, singlemoms dari tiga orang anak. Tahun ini memasuki tahun kelima sejak kepergian almarhum ayah anak-anak. Kesedihan dan kehilangan dari satu sayap, bagaikan pohon tumbang yang tak mungkin bisa tumbuh lagi. Trauma ini menyebabkan aku mengalami depresi dan anxiety disorder yang berakhir di meja konsultasi psikiater dan psikolog, dengan berbagai terapi. Butuh waktu yang panjang bagi Dina menerima jika kekasih hatinya telah pergi untuk selamanya.

Seiring waktu berjalan, Dina akhirnya bisa keluar dari gua kedukaannya. Dengan mencoba bekerja di luar rumah, bermula menjadi guru relawan di sebuah taman kanak-kanak yang tidak jauh dari rumahnya. Dengan berinteraksi dengan murid sedikit banyak telah membantu Dina dapat melupakan duka dan kesedihannya. Murid taman kanak-kanak yang begitu polos sangat membantu Dina mengobati kesedihan dan mengisi waktu luangnya. Sejak itu hari-harinya dipenuhi keceriaan wajah anak-anak yang selalu banyak cerita dan permintaan. Walau aktivitasnya melelahkan tapi ada nilai kebahagiaan yang tak dapat diukur dengan apapun. Dina harus bekerja keras agar dapat mencukupi kebutuhan hidup dia dan ketiga orang anaknya.

Melalui pertolongan teman almamater dari almarhum suaminya, Dina akhirnya mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang membantu mencukupi finansial keluarga. Dina sadar kalau saat ini, dia adalah kepala rumah tangga dan tulang punggung bagi ketiga anak-anaknya. Sejak pagi hingga sore waktu Dina dihabiskan berkutat dengan pekerjaan di kantor, sepulang kantor dan saat tiba di rumah hanya sebagai tempat untuk melepaskan lelah.

 Tok .. tok .. Dina mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam, "Assalamualaikum, ibu pulang."

"Wa'alaikumsalam, jawab Alif begitu membuka pintu untuk sang ibu. Alif anak bungsu Dina yang menemaninya di rumah, sedangkan kedua putrinya tinggal di kota Bandung melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi.

"Ibu, capek ya?" tanya Alif. Dinapun menganggukkan kepalanya.

"Aku ambilkan minum untuk ibu ya .. ucap Alif sambil berlalu ke dapur mengambil segelas air putih hangat.

 "Alhamdulillah, terima kasih dek" ucap Dina, disaat dia meletakkan kembali gelas di atas meja.

Kedua ibu dan anak itu duduk di meja makan sambil bercerita kegiatan harian mereka masing-masing. Ini sudah menjadi tradisi kebiasaan mereka sekeluarga duduk santai di ruang makan, membicarakan semua kejadian harian dan aktifitas apa yang akan dilaksanakan besok. Selepas kegiatan ini mereka langsung menuju kamar masing-masing untuk beristirahat. 

Dinapun bersiap menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya agar terasa segar dan nyaman di saat istirahat malam.  Selepas itu, Dina langsung membaringkan tubuhnya sambil membuka aplikasi media sosial yang ada di gawainya. Ada perasaan sepi yang melanda dihatinya takkala malam hari tiba. Hanya dengan menulis di diary kesayangan sebagai obat penghibur hatinya. Buku diary ini awalnya sebagai tugas rutin Dina, merupakan bagian dari salah satu sesi terapi yang diberikan oleh seorang terapis. 

Sekarang menulis diary sudah menjadi candu baginya, menuangkan  semua perasaan hati yang sedang sedih, bahagia, marah dan kecewa. Begitu juga dengan rasa merindu yang begitu mendalam pada almarhum, tapi apalah daya merindukan kepada yang telah tiada. Tak jarang air matanya telah membasahi buku diarynya. Semua ini sering terjadi, entah apa ada obatnya. Kadang terbersit dihatinya, mengapa semua harus terjadi begini?

Dalam keheningan, terdengar bunyi suara notifikasi dari gawai Dina, ternyata ada yang memberikan respon pada postingan baru diupload. Dina membaca nama tersebut : "Yanto", orang yang tidak begitu dikenal tapi Dina mengetahui laki-laki itu merupakan teman seangkatan masa SMA. Dina memberanikan diri berselancar membuka profil Yanto,  postingan terbaru laki-laki itu yang sedang traveling ke Yogyakarta. Rasa penasaran Dina muncul setelah mereka saling membalas komentar di sebuah media sosial. Pembicaraan mereka berlanjut melalui japrian, mereka terlibat percakapan pembuka saling bertanya kabar. "Gimana kabarnya pak ?" tanya Dina. "Alhamdulillah baik, sekarang tinggal dimana bu", Yanto membalas dengan pertanyaan balik kepada Dina. Dinapun menjawab, "saat ini masih tinggal di Bogor, kamu sedang pergi liburan ya?". "Asyiknya bisa traveling kemana-mana".

Percakapan mereka berdua terus berlanjut dengan menceritakan kenangan masa SMA, guru dan sekolahan hingga menceritakan keluarga masing-masing. Ada kebahagiaan tersendiri yang Dina rasakan ketika terlibat percakapan panjang dengan Yanto. Dina tidak mengetahui jika teman SMA nya ini sudah berpisah dari pasangannya. Diakhir pembicaraan Yanto pun bertanya "Apa nanti boleh lanjut bicara melalui whatsapp Din ?" Dina mengetik membalas, "silahkan". "Tahu nomor whatsappnya tidak?", lanjut Dina. Yanto membalas:  "Ada di grup Alumni SMA, apa nomor yang sama ?". Dina menjawab : "iya, nomor yang sama".

Semasa SMA Dina terkenal anak yang sangat eksklusif dan tertutup pergaulan dengan lawan jenis. Kehidupan masa SMA hanya diisi dengan berkutat dengan buku dan buku, untuk pergaulan dengan teman-temannya hanya sebatas urusan pelajaran dan organisasi sekolah. Masa SMA dia tidak seperti anak remaja seangkatannya yang memiliki begitu banyak kenangan indah termasuk kisah asmara.  Ada kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi Yanto, bisa saling berkomunikasi dan berbagi dengan Dina, karena dulu masa SMA tidak ada anak laki-laki yang berani untuk mendekati Dina. Dinapun merasa ada yang beda ketika bisa saling berkomunikasi dengan sosok yang bernama laki-laki. Selama ini Dina berusaha agar tidak terlalu berhubungan dekat dengan para lelaki. Bisa jadi belum siap untuk membuka hatinya untuk orang lain dan menjaga tidak terjadinya fitnah hubungan seorang janda dengan sosok yang bernama lelaki.

Untuk saat ini Dina merasa Yanto sebagai teman ngobrol yang asyik, kebetulan mereka berdua memiliki status yang sama. Sejak percakapan di media sosial itu, Dina dan Yanto jadi lebih intensif walau hanya sekedar menanyakan kabar dan selalu ada bahan obrolan baru yang mereka bicarakan. Lambat laun, timbul rasa kenyamanan yang terhubung diantara mereka berdua. Saat Dina merasa gundah pasti akan menceritakan dan meminta saran kepada Yanto begitu juga sebaliknya dengan Yanto.

Hadirnya sosok Yanto dalam keseharian, mengubah suasana hati Dina yang selama ini merasakan adanya kesunyian menjadi penuh cerita dan canda tawa. Dina tidak mengetahui apakah Yanto merasakan seperti hal yang sama dengannya. Hubungan mereka semakin dekat dan selalu diisi dengan hal-hal baru diantara mereka. Usia Dina dan Yanto bukan usia muda lagi sehingga muncul rasa malu pada diri Dina, jika mereka sampai terlibat dalam hubungan asmara atau hubungan percintaan. Tapi cinta itu tidak pernah memandang usia, status dan kedudukan seseorang. Belum ada percakapan serius terkait kelanjutan status hubungan diantara mereka berdua.

"Mungkinkah Dina jatuh cinta lagi?"

No comments:

Post a Comment